Kejujuran hati
oleh : ani muthoharoh
Mencintai seseorang dalam diam
itu menyakitkan. Seperti halnya diriku. Aku mencintai seorang lelaki namun dia tak pernah sadar bahwa aku
mencintainya. Entah dia benar benar tahu, atau pura pura cuek terhadapku. Lelaki itu adalah sahabatku yang
senantiasa selalu ada bersamaku. Pepatah
bahwa sahabat menjadi cinta mungkin sudah merasuk dalam hati dan fikiranku.
Namaku Angelina Rebeca, temen temen biasa memanggilku Caca. Aku skolah disalah
satu SMA di Jakarta. Disekolah aku mempunyai tiga orang sahabat. Mereka adalah Verlita
Subroto atau Verli. Dia adalah cewek yang hatinya kayak malaikat, baik banget.
Selain baik dia juga cantik, pinter pula dan dia sering menajari aku tentang
pelajaran yang belum aku kuasai. Yang kedua adalah Armando Jatmika. Cowok yang
satu ini merupakan tipe cowok yang ribet, jika berpergian harus prepare 1 minggu sebelum hari H. Namun dibaik sifatnya itu dia adalah cowok yang pengertian dan sabar
menghadapi masalah. Dan sahabatku yang terakir adalah Dimas Alfian. Dimas
merupakan cowok penyayang dan perhatian terhadap sahabat sahabatnya. Termasuk
diriku, hingga aku terbuai untuk menaruh ahti padanya. Walau dia tidak pernah
member perhatian yang lebih kepadaku.
Hari sabtu, seperti iasa aku
berangkat sekolah bersama verli. Sesmpainya di gerbang sekolah aku melihat
dimas dan arman sedang berjalan mesasuki gerbang sekolah. Aku dan verli pun
berlari menghampiri mereka.
“Hey,
guys!” Sapaku dan verli penuh
keceriaan.
“Hey
cewek.” Balas arman.
“Ihh arman
lebay deh.” Ujar verli
“Haha,
udah udah. Masuk kelas aja ntar telat.” Kata dimas sembari berlari karena bel
masuk memang sudah berbunyi. Kami pun berlarian menuju kelas masing masing.
Dikelas kami duduk dibangu paling
depan. Itupun karena diminta oleh para guru karena kami berempat jika dusuk
dibelakang akan melakukan ulah, membuat gaduh kelas. Saat ini guru yang
menngajar dikelas belum dating. Otomatis anak anak yang ada dikelas menjadi
ramai. Termasuk dimas, dia paling heboh dikelas. Tiba tiba guru masuk bersma
seorang siswi yang berparas cantik namun asing bagiku.
“Pagi anak
anak.” Sapa Bu Ida. Guru matematika sekaligus wali kelas
kami.
“Pagi, Bu.” Jawab semua siswa serentak.
“Hari ini
kalian mendapat teman baru. Kenalkan namamu, nak.” Ucap Bu Ida.
“Hay,
namaku Anindia Putri. Kalian bisa
panggil aku Anin.” Kata cewek
itu dengan penuh kesopanan.
“Hay, Anin.” Ucap semua siswa serentak.
Kecuali dimas. Lantas saja aku bertanya padanya.
“Kenapa, Dim? Kenal sama tuh cewek?” Tanyaku.
“Ehh,
enggak koq. Gak kenal.” Jawab Dimas gugup.
“Silahkan duduk
Anin” Kata Bu Ida kepada Anin.
Ada yang aneh terhadap sikap Dimas yang tak biasa. Tidak pernah aku mendapati Dimas segugup ini menghadapi orang yang
belum dia kenal. Tapi mungkin
itu hanya prasangka ku saja.
~||~
1 minggu berlalu,
Saat sedang istirahat seperti biasa semua siswa pergi
kekantin termasuk aku dan sahabat sahabatku. Namun Anin, siswa baru itu sedang duduk dikelas
sendirian. Aku dan Arman pun
menghampirinya.
“Anin, koq
sendiri. Ke kantin yuk sama aku?” Kataku.
“Ehh, iya Ca. Nggak usah deh ntar ngrepotin kalian.” Kata Anin.
“Ngrepotin
gimana? Enggaklah. Ayo, nin.” Ajakku.
“Iya, Nin. Daripada dikelas sendirian.”
Ucap Arman.
“Iya udah
deh ayo.” Kata Anin halus.
Kemudian kami bertiga berjalan menuju kantin menyusul Verli dan Dimas yang sudah terlebih dahulu meuju
kantin. Dari jauh Nampak Verli
dan Dimas sedang asyik
bercandaan dan bermesraan. Hatiku kaget sekaligus sakit melihat pemandangan
itu. Aku nggak pernah diberi perhatian lebih, seperti halnya yang dia berikan
kepada Verli. Namun aku tetap
berpositif thinking terhadap mereka berdua. Mereka sahabat aku.
“Woy, mesra
mesraan aja kalian.” Seru Arman.
“Ehh, kalian.
Iya seru nih. haha” Jawab Dimas.
“Suruh
duduk dong kitanya. Masak
berdiri terus.” Kataku.
“Haha, iya
sini sini sayang.” Kata Verli.
Setelah itu kami duduk. Tiba tiba Anin berkata bahwa dia mau kekamar mandi.
Namun, tak berapa lama Dimas
juga ke kamar mandi setelah membaca sms dari HPnya. Aku curiga dengan Dimas dan Anin. Lantas aku menikuti Dimas dari belakang. Ternyata benar dugaanku
Dimas bertemu dengan Anin. Apa yang mereka lakukan
disini? Aku semakin penasaran. Aku mencoba mendengarkan percakapan mereka.
Namun jarak kami terlalu jauh. Dan yang paling mengagetkanku, dimas memegang
tangan Anin. Hatiku
bergejolak sepeti ingin menangis. Dan terlihat dari kejauhan Anin meneteskan air mata. Aku tak kuat
melihat kejaidan itu lantas aku pergi meninggalkan merka dan kembali ke kantin.
Keesokan harinya aku tidak berangkat kesekolah karena demam tinggi. Seharian aku tidur dikamar.
Tak ada yang menjenggulku. Yang ada hanya Bi Asih yang selalu ada melayani aku.
Saat aku sedang membaca novel tiba tiba Bi Asih masuk kekamarku.
“Maaf Non. Ada yang datang” Ucap
Bi Asih.
Saat itu juga Anin
muncul dari belakang pintu.
“Ehh Anin. Sendirian aja?” Kataku.
“Enggak,
aku sama Arman.” Ucap Anin.
Tak berapa lama Arman
datang. Aku sempat kecewa karena dimas tidak ikut menjenggukku. Setelah kami
berbicara panjang lebar, aku memulai
memberanikan diri untuk
menyakan hal yang terjadi kemaren pada Anin.
“Nin, aku
boleh Tanya? Tapi kamu jangan marah, ya!” Ucapku agak ragu.
“Haha,
Tanya aja. Aku nggak akan marah koq.” Kata Anin.
“Emm, kamu
kemaren ngapain sama Dimas?
Kenapa kamu nangis?” Tanyaku.
Anin terdiam mendengar pertanyaanku. Kamarku menjadi hehing
tanpa suara.
“Dimas itu
mantan aku.” Jawab Anin.
“Hah,
mantan?” Arman terkaget.
“Iya, dan
kemaren itu aku bilang sama dia kalau aku masih sayang dan masih mengharapkan
dia balik sama aku.” Kata Anin.
Aku menagis.
“Caca
kenapa nangis?” Tanya Arman.
“Aku cinta
sama Dimas dan aku berencana
mau bilang sama dia besok waktu promnite. Tapi semuanya gagal.” Kataku sambil
menangis.
Anin memelukku. Dan dia berkata padaku bahwa dia sudah tidak
mengharapkan Dimas untuk bersanding dengannya walau anin masih menyayangi dimas. Dan Anin juga meyakinkanku bahwa Dimas akan menjdi milikku. Setelah agak
tenang aku menceritakan apa yang terjadi kepada diriku hingga aku mencintai Dimas. Tiba tiba Dimas dan Verli datang.
“Caca sayang,
kamu sakit apa?” Tanya Verli
sambil memelukku.
“Cuman demam koq sayang.” Jawab ku.
“Caca abis
nangis ya? Kok matanya merah?” Tanya Verli lagi.
“Enggak
koq. Aku baru banggun tidur tadi. Hehe.” Jawabku.
“Eepet
sembuh ya Ca, nggak ada kamu
nggak seru. Nggak ada yang usil, nggak ada yang cerewet. Hehe peace.” Kata Dimas.
“Iya,
besok udah sembuh koq, Dim.” Kataku.
~||~
3 hari berlalu,
Aku jalani hari hariku dengan penuh semangat. Tak ada beban
yang aku pinggul sendiri karena aku telah membaginya pada Anin dan Arman. Malam ini sekolahku akan mengadakan promnite, acara akan
dimulai pukul 8 malam. Aku, Anin
dan Verli menyiapkan segala
hal yang diperlukan untuk nanti malam. Mulai dari gaun sampai tata wajah yang
aan kami gunakan. Kami harus terlihat sempurnya. Saat ini merka sedang berada
dirumahku untuk membantuku menyiapkan segalnya.
“Bagus
yang mana, Ver?” Tanya ku
sambil meunjukkan dua gaun yang sangat cantik.
“Yang
warna merah muda aja. Kesannya lebih lembut dan lebih cewek . Iya nggak nin?” Kata Verli.
“Iya,
bener tuh. Ntar make up nya
pake yang ini, ntar pake lensa yang ini.” Kata Anin.
Aku bahagia mempunyai sahabat sahabat seperti mereka. Merka
selalu ada untuk aku.
Malam yang di tunggu tunggu pundatang. Waktu menunjukkan
pukul 19.30 aku segera bergegas berangkat menuju tempat yang sudagh
direncanankan. Tak lupa aku membawa satu tangkai mawar merah untuk aku berikan
kepada Dimas. Sesampainya
disana aku langsung menghampiri Anin, Arman, dan Verli. Mereka terlihat sangat perfect
dengan riasan yang mereka pakai.
“Hay, Dimas dimana koq cuman kalian bertiga?” Kataku.
“Tadi
masih dimobil, Ca. Nggak tau ambil apa.” Ucap Verli.
“Koq kamu
tau sih, Ver?” Tanya Arman.
“Ya tau
dong. Hehe.” Jawab Verli.
“Gue susul
dulu ya?” Kataku.
Aku lalu kembali ke parkiran untuk menyusul Dimas. Namun dia sedang berjalan menuju
ruang pesta. Aku semakin gugup untuk mengatakan ini kepada Dimas. Lalu dimas berhenti dan aku pun
berhenti dihadapan Dimas.
Hatiku sangat kacau, ingin rasanya cepat cepat berkata namun mulut tak kuasa
berkata.
“Caca mau
kemana?” Tanya Dimas.
“Dimas,
aku sayang sama kamu. Tapi kenapa dari dulu kamu nggak pernah sadar kalau aku
ada rasa sama kamu? Aku sayang kamu, aku sayang kamu.” Kataku gugup sambil
menjulurkan mawar yang aku bawa.
Namun tiba tiba pandangan mataku tertuju pada bunga yang ada
ditangan dimas. Betapa kagetnya aku, dalam bunga tersebut terdapat sebuah
kertas yang bertuliskan DIMAS LOVE VERLI. Hatiku sangat sakit, tak terrasa
airmata mulai memenuhi kelopak mataku.
“Kamu,
kamu sama Verli? Kapan
jadiannya?” Tanya ku dengan hati penuh kehancuran.
“Iya, 1
minggu yang lalu.” Jawab Dimas.
“Ohh,
selamat ya. Aku pergi dulu.” Kataku.
Karena terlalu gugup aku hamper terjatuh. Penyangga Haig
hill ku patah.
“Kamu gak papa kan, Ca?” Tanya Dimas.
“Kamu gak papa kan, Ca?” Tanya Dimas.
“Iya nggak
papa koq.” Jawabku sambil mengusap air mata yang membasahi pipiku.
Lalu aku melepas haig hill ku dan aku berlari sambil menagis
keluar dari ruangan, saat berlari tiba tiba aku menabarak seseorang dan itu Verli.
“Caca
kenapa?” Tanya Verli.
Aku memeluk Verli.
Aku terus menangis hatiku sangat hancur, sakit teriris. Semuanya kacau.
Lalu aku diajak duduk bersama Verli di kursi
depan ruangan. Tiba tiba Anin
datang.
“Ver,
dicari Dimas tuh.” Kata Anin,
Verli pun pergi, Anin memelukku. Aku kembali menagis.
“Kenapa, Ca?” Tanya Anin.
“Dimas, Nin. Dia udah jadi pacarnya Verli.” Kataku sambil menagis dan
memeluk Anin lagi.
“Kok bisa?
Darimana kamu tahu?” Tanya Anin.
“Dari Dimas sendiri.” Jawabku.
Anin memelukku dengan erat. Setelah aku sudah mulai agak
tenang, aku minta diantar pulang oleh Arman. Aku tidak
mengikuti acara promnite.
Semalaman aku menagisi dimas. Aku
menyesal mengatakan hal ini kepada dimas. Namun aku juga tidak bisa memendam
rasa ini sendirian.
~||~
Keesokan harinya, aku berangkat sekolah diantar ayahku,
rupanya ayah mengerti kalau aku sedang bersedih. Dalam perjalanan dia
menasehatiku agar aku tidak terlalu sedih. Sesampainya disekolah aku langsung
menuju kekelas. Dikelas aku mendapati Anin dan Verli
sedang duduk di bangku paling depan. Namun aku memilih duduk di bangku paling
belakang. Verli menuju kearahku dan duduk disamping aku.
“Tadi
malem kenapa, Ca?” Tanya Verli.
“Nggak
papa koq. Cuma lagi pengen nangis aja, Ver.”
Jawabku.
“Nggak
mungkin. Caca yang aku kenal enggak cenggeng. Jujur Ca!” Paksa Verli.
“Jangan
maksa gitu, Ver. dan kamu jangan duduk disini deh
aku lagi pengen sendiri.” Kataku.
“Oke.”
Jawab verli sambil pergi dari
samping aku.
Hari hariku dihiasi dengan kesuraman. Hatiku remuk ketika
aku melihat Verli dan Dimas sedang berdua ataupun bermesraan. Aku nggak kuat dengan
keadaan ini. Sampai akhirnya aku meminta pindah keluar negeri untuk melanjutkan sekolah disana. Atas
saran ayahku aku pergi ke USA.
Hari ini aku berpamitan kepada Anin dan Arman di bandara. Mereka mengantarku.
“Caca, jangan pergi. Ntar anak baru kaya nggak punya sahabat.” Kata Anin.
“Caca, jangan pergi. Ntar anak baru kaya nggak punya sahabat.” Kata Anin.
“Iya, Ca. Ntar yang aku ajak curhat siapa? Nggak ada
yang jail lagi,
Ca.” Kata Arman.
“Maaf ya,
tapi aku harus pergi.” Kataku.
Anin dan Arman
memelukku. Tak kuasa air mataku menetes.
“Aku titip
ini buat Verli dan Dimas.” Kataku.
“Iya nanti
aku sampaiin koq.” Kata Anin.
“Aku pergi
ya, baik baik kalian disini.” Kataku
sambil berjalan menuju kedalam bandara.
“Aku pasti
kangen, Ca.” kata Arman.
Setelah itu aku pergi. Aku pergi untuk melupakan semua hal
yang terjadi padaku akhir akhir ini. Aku
juga menitipkan surat untuk Verli
dan Dimas. Yang isinya
Dear Verli
dan Dimas,
Maaf aku nggak
kasih kabar sama kalian kalau aku mau
pergi. Aku juga minta maaf atas sikapku selama aku berteman dengan kalian.
Mungkin aku terlalu munafik menerima takdir hidup yang tak indah. Aku nggak
bisa hadapin ini semua dihadapanmu. Semoga keadaan kalian menjadi indah walau
tanpa aku, tanpa senyumanku, tanpa canda tawaku. Aku ingin kalian bahagia. Aku
ingin kalian menikmati hidup tanpa gangguan dariku. Terimakasih atas perhatian,
kasih sayang dan memory yang kalian beri kepadaku. Aku sayang kalian.
Sahabatmu,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar